:::::ME
masa silam
ARCHIVES
06/01/2003 - 07/01/2003 /
:::::TETIRAHAN
Lies Thanks |
tong sampah
Wednesday, June 11, 2003
PARA PENGELANA REMAJA MENCARI TANAH BAHAGIA
Bre Redana OLIVER Schonborn adalah remaja Kanada keturunan Jerman. Usianya 18 tahun. Di tengah kesibukan remaja lain yang segera akan angkat kaki pagi itu dari youth hostel atau pondok remaja di Den Haag, negeri Belanda, ia tampak duduk dan menunduk sejenak begitu usai mengemasi ranselnya. Dia tersenyum, seperti malu, didapati berdoa seperti itu. Apa yang diucapakannya dalam doa? "That's a happy land somewhere.." ucapnya dalam bahasa Inggris sambil tertawa. Jawabannya itu mungkin main-main. Kata itu, yang kalau diterjemahkan dalam bahasa Indonesia kurang lebih berarti "Ada tanah bahagia, entah di mana" adalah sebuah judul lagu lama. Tapi boleh jadi ia juga tak main-main. Oliver salah satu dari ratusan remaja yang malam itu menginap di pondok remaja dan segera akan meninggalkan penginapan. Selain akan melanjutkan perjalanan keliling Belanda, kemudian katanya akan ke prancis, lalu negara- negara Skandinavia, peraturan yang umum di pondok-pondok remaja semcam itu memang tak membolehkan tamu menginap lebih dari satu malam. Malama selanjutnya, Oliver maupun remaja-remaja lain yang melakukan perjalanan sendiri-sendiri ini akan menemukan tempat penginapan lain, mungkin tak akan bertemu lagi antara satu dan lainnya atau sebaliknya bertemu dengan remaja-remaja yang lain lagi dari berbagai bangsa. Itulah sekilas yang terjadi di pondok-pondok remaja yang tersebar di berbagai negara di dunia dalam menjelang musim panas seperti sekarang. pondok-pondok remaja itu berdiri dengan berbagai nama, dinaungi bermacam-macam yayasan, dalam nama misalnya YMCA (Young Men Christian Association), YMCA (Young Women Christian Association), NJHC (Nederlanse Jeugd Herberg Centrale), dan lain-lain. Di kalangan para remaja, pondok-pondok remaja semacam itu cukup populer. Ini penginapan murah yang terjangkau oleh kantong remaja yang gemar bertualang. Remaja-remaja di Eropa, Amerika, ataupun Australia biasanya mulai melakukan pakansinya di liburan musim panas sekitar bulan Juni-Agustus. Mereka melakukan perjalanan ke berbagai negara dengan istilah sebagai "low budget tourists" (turis dengan dana terbatas). Oleh karenanya, biasanya mereka sangat ekonomis, rasional dalam menggunakan uang, dan menguasai informasi turisme menyangkut penginapan murah, transportasi murah, tempat-tempat penting yang harus dikunjungi, dan sebagainya. Begitu terlepas dari satu penginapan, mereka harus sudah memperhitungkan di mana harus tinggal pada malam selanjutnya, berharap agar tak harus terlunta-lunta di stasiun kereta api, dan pasti berhrap penginapan berikutnya lebih baik lagi dan menyenangkan dari penginapan sebelumnya. Pendeknya pergi dengan rasa optimis, seperti kata remaja Kanada keturunan Jerman tadi, "Ada tanah bahagia entah di mana..." *** PENGALAMAN yang mereka temui di setiap pondok remaja memang bisa bermacam-macam. Selain pengelolaan yang berbeda, suaana penginapan itu akan amat dipengaruhi macam manusia yang menginap. Mereka biasanya tinggal beramai-ramai di satu bangsal besar. Kamar mandi, toilet, semua serba digunakan beramai-ramai. Selain itu juga disediakan tempat menonton televisi, bar, dan aula. Sekali dalam pengeinap massal ini ada kelompok yang membikin ribut, jadilah bangsal-bangsal tempat penginapan ramai seperti pasar sepanjang malam. Hal seperti itu terjadi di youth hostel di Den Haag di pertengahan Juni, ketika suatu malam datang serombongan remaja Inggris berjumlah belasan. Remaja yang tergabung dalam Manchester Junior Football Club (Kelompok Sepakbola Yunior Manchester) ini membuat ribut sepanjang malam. Inilah yang dikenal sebagai "hooligans" di Inggris. Mereka mabuk, berteriak-teriak, bertelanjang di koridor penginapan. Para remaja lain yang datang sendiri-sendiri hanya bisa berharap bahwa di malam berikutnya, di tempat lain mereka bakal bertemu turis-turis lain atau kelompok lain yang lebih toleran dengan suasana kebersamaan. Di tengah benturan budaya para remaja dari berbagai negara, segala hal bisa terjadi. Di tempat penginapan lain di Rotterdam misalnya, bisa diihat wajah kelompok remaja yang lain lagi. Mereka adalah pramuka-pramuka dari Jerman yang datang disertai pembimbingnya. Tak berlebihan kalau orang akan menyebut mereka semagai "remaja-remaja manis". Seusai makan malam atau makan pagi beserta seluruh tamu yang menginap, mereka membantu pengurus penginapan dengan bekerja di dapur mencuci piring, menyapu dan membersihkan ruang makan. Tepat pukul sepuluh malam, mereka semua sudah berada di tempat tidur bergulung dalam selimut tebal masing- masing. Tak pelak lagi, dalam tata pergaulan seperti ini sifat bangsa seakan tercermin dari tindak-tanduk remajanya. Remaja-remaja dari Korea atau Jepang misalnya, biasanya amat praktis. Meski terbentur- bentur dengan masalah bahasa, mereka biasanya ulet dan mandiri. Individu-individu dari negara Barat semacam Belanda, Spanyol, Amerika Serikat, kadang memperlihatkan sifat-sifat "bohemian". Beberapa di antaranya menunjukkan keandalannya bermain musik. "It's the way for sosializing," kata Lens dari Amerika Serikat yang pergi dengan menenteng-nenteng gitar. Maksudnya, itu adalah cara untuk bersosialisasi dengan mereka yang bakal ditemuinya dalam perjalanan. Di sebuah pondok remaja di Haarlem, sekitar 15 kilometer dari Amsterdam, Belanda, ia menunjukkan kebolehannya melantunkan lagu- lagu blues pada para remaja lain. Dari Eric Clapton sampai The Moody Blues meluncur dari mulutnya. Para remaja lain mengupahinya dengan mentraktirnya minum bir. Tapi yang lebih mudah lagi ditemui di pondok-pondok remaja semacam ini adalah kehadiran aktivis-aktivis pemuda (di Barat arti pemuda adalah mereka yang berusia belasan atau duapuluhan tahun, bukan empat puluhan...), para penganjur perdamaian, aktivis lingkungan hidup, atau juga mereka yang sedang terpana dengan ide- ide anti-kemapanan. Sungguh sebuah pemandangan umum, bahwa di sini para individu itu akan terlibat dalam diskusi dan debat seru sampai larut malam. Disertai vitalitas remaja mereka, kalau dilayani bukan tak mungkin diskusi bisa berlangsung sampai pagi... *** APAKAH sebenarnya makna dari pengalaman seperti itu? Kegiatan mengelana para remaja itu, perbenturan mereka dengan bangsa-bangsa lain, tentunya punya andil besar dalam proses pematangan mereka. Kadang terasa asyik mendengar remaja-remaja itu. Mereka punya pengetahuan luas mengenai persoalan berbagai negara di dunia. Ini semua, memang sebuah cerita dari belahan dunia yang lain. Tapi ada satu hal yang terasa umum di berbagai negara di dunia, yakni kesadaran atas keterkaitan antara satu dan lain negara di dunia, sehingga para remaja ini tak jarang mencecar dengan berbagai pertanyaan menyangkut negara dari orang yang ditemuinya. Mereka sendiri biasanya juga bisa bercerita dengan fasih mengenai negaranya, sistem perpajakan, digunakan untuk apa saja pajak yang mereka bayarkan untuk negara itu, dan sebagainya. Turisme -- kalau kegiatan para turis dengan dana terbatas itu bisa disebut sebagai bagian integral dari turisme -- sebenarnya menyangkut kawasan yang sangat sentral dalam diri manusia. Yakni, proses pematangan melalui perjalanan. Kata-kata remaja Kanada keturunan Jerman yang seperti diucapkan sambil lalu itu mendadak mengingatkan sebuah optimesme dan daya hidup luar biasa, ketika pada kenyataannya hidup bisa menjadi amat pahit. Kata-kata lebih lanjut dari syair itu adalah: "That's a happy land somewhere, and it's just a prayer away..." Ada tanah bahagia entah di mana, yang jauhnya hanya sejengkal doa... Kompas, Selasa, 2 Juli 1991 hal 16 |